BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
MASALAH
Pada umumnya setiap
penulisan ulang mengenai Sejarah Pendidikaan Islam pada masa-masa Khulafaur Rasyidin ataupun
sejarah-sejarah lain adalah terbuka dan milik semua orang. Asalkan bisa
memahami dan bisa mengaplikasikannya secara sistematis dan inofatif. Tema besar penulisan
makalah ini akan lebih banyak menelusuri mengenai akar-akar Sejarah Pendidikan Islam pada masa
Khulafaur Rasyidin. Karena nilai-nilai positif Sejarah Pendidikan Khulafaur Rasyidin tidak lagi
dijadikan teladan oleh orang-orang Islam.
Fenomena yang sangat
menyedihkan, mayoritas orang-orang Islam saat ini lebih banyak mengadobsi
budaya/peradaban orang-orang non muslim. semua itu merupakan cerminan bagi
potret perkembangan di masing-masing kawasan Dunia Islam yang terus menerus
menunjukkan dinamikanya.
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memperkaya nuansa dan pengembangan wawasan dalam studi
Sejarah Pendidikan Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
Secara garis besar pembuatan makalah kami ini
akan mencoba
membahas
tentang:
1. Mengurai kembali tentang sejarah pedidikan pada masa khulafaur Rasyidin.
2. Proses-proses kebijakan pada kepemimpinan para khulafaur Rasyidin.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
KHULAFAUR RASYIDIN
1. Pengertian Khulafaur Rasyidin
Kata Khulafaur Rasyidin itu berasal dari bahasa arab yang
terdiri dari kata Khulafa dan Rasyidin, Khulafa’ itu menunjukkan banyak
khalifah, bila satu di sebut khalifah, yang mempunyai arti pemimpin dalam arti
orang yanng mengganti kedudukan rasullah SAW sesudah wafat melindungi agama dan
siasat (politik) keduniaan agar setiap orang menepati apa yang telah ditentukan
oleh batas-batasnya dalam melaksanakan hukum-hukum syariat agama islam.
Adapun kata Arrasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi Khulafaur Rasyidin mempunyai arti
pemimpim yang bijaksana sesudah nabi Muhammad wafat. Para Khulafaur Rasyidin itu adalah
pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka itu terdiri dari para
sahabat nabi Muhammad SAW yang berkualitas tinggi dan baik. Adapun sifat-sifat yang
dimiliki Khulafaur Rasyidin sebagai berikut:
a.
Arif dan bijaksana
b.
Berilmu yang luas dan
mendalam
c.
Berani bertindak
d.
Berkemauan yang keras
e.
Berwibawa
f.
Belas kasihan dan kasih
sayang
g.
Berilmu agama yang amat
luas serta melaksanakan hukum-hukum islam.
Para sahabat yang disebut Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat orang khalifah yaitu:
1.
Abubakar Shidik khalifah
yang pertama (11 – 13
H = 632 – 634 M).
2.
Umar bin Khattab
khalifah yang kedua (13 – 23
H = 634 – 644 M).
3.
Usman bin Affan khalifah
yang ketiga (23 – 35
H = 644 – 656 M).
A. Pada Masa Kholifah Abu Bakar
Pada awal kekhalifahan Abu Bakar, telah di guncang pemberontakan oleh
orang-orang murtad, orang yang mengaku sebagai Nabi dan orang-orang yang tidak mau membayar
zakat. Pada awal
kekuasaannya, Abu Bakar memusatkan konsentrasinya untuk memerangi pemberontakan
yang dapat mengacaukan keamanan dan dapat mempengaruhi orang-orang islam yang
masih lemah imannya untuk menyimpang dari islam. Maka dikirimlah pasukan untuk menumpas para
pemberontak di Yamamah.
Dalam operasi pemberantasan tersebut, sebanyak 73 orang dari islam gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rasul dan para hafisd Al-Qur’an. Kenyataan ini telah mengurangi jumlah sahabat yang hapal Al-Qur’an dan jika tidak diperhatikan, sahabat-sahabat yang hapal al-Qur’an akan
habis dan akhirnya akan melahirkan perselisihan di kalangan umat islam mengenai Al-Qur’an. Oleh karna itu sahabat Umar bin Khatab menyarankan
kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an. Saran tersebut kemudian di realisasikan Abu
Bakar dengan mengutuskan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan semua
tulisan ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian,Khalifah Abu Bakar berjasa dalam menyelamatkan keaslian
materi dasar pendidikan Islam.
Pemberontakan orang-orang
murtad, nabi-nabi palsu, dan orang-orang yang enggan membayar zakat, memberikan pengalaman bagi umat Islam untuk
memperteguh ajaran-ajaran Islam kepada kaum Muslimin sehingga dapat di hindari kejadian serupa.
Pengalaman tersebut memperteguh pendidikan Islam untuk memperkokoh nilai-nilai
Islam dikalangan kaum Muslimin. Akan tetapi, pelaksanaan pendidikan Islam di masa
khalifah Abu Bakar masih seperti di masa Nabi, baik materi maupun lembaga
pendidikannya.
Selain mengirim tentara untuk memberantas
pemberontak, Abu Bakar juga memusatkan perhatiannya untuk mengirimkan pasukan
dalam rangka memperluas ekspansi wilayah Islam ke Syiria untuk melaksanakan
niat Rasulallah yang telah dipersiapkan sesaat sebelum Rasulullah wafat. Usaha umat Islam berhasil menaklukan Syiria.
Ekspansi wilayah Islam membuat umat Islam kurang memberikan perhatian terhadap
pendidikan Islam.
Sejumlah kemajuan telah dicapai pada masa Abu
Bakar. Selain menumpas para pemberontak (kemurtadan dan nabi palsu Musyailimah
dan Tulaihah) dan memperluas daerah Islam, Abu Bakar juga telah berjasa dalam
gagasannya melakukan pengumpulan naskah-naskah Al-quran yang sebelunya masih
berserakan (kodifikasian Al-Qur’an)[2].
B. Pada Masa Khalifah Umar bin Khattab
Pada masa kekhalifahan
Umar bin Khatab kondisi politik dalam keadaan stabil. Melanjutkan kebijaksanaan Abu Bakar, Umar bin Khatab mengirim pasukan untuk memperluas wilayah Islam. Ekspansi
Islam dimasa Umar bin Khatab mencapai hasil yang gemilang, yang meliputi
semenanjung Arabia, Palestina, Syria, Irak, Persia dan Mesir. Umar memerintah selama sepuluh tahun enam bulan 4 hari. Ia meninggal akibat
dibunuh oleh seorang budak Kristen dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah ketika
sholat subuh berjamaah di masjid Nabawi.
Sebelum ia
meninggal beliau mendirikan lembaga pengadilan dan departemen-departemen
didirikan begitu juga dengan kepolisisan-kepolisisan yag berpungsi menjaga
keamanan. Umar juga mendirikan Baitul Mal, menciptakan tahun hijrah sebagai
awal kalender Islam, memimpin sebagian besar wilayah dunia, membentuk sistem administrasi
dan mendirikan pemerintahan imperium baru.
Dengan meluasnya wilayah islam sampai keluar
jazirah Arab, penguasa memikirkan pendidikan islam di daerah-daerah diluar
jazirah Arab karena bangsa-bangsa tersebut memiliki adat dan kebudayaan yang berbeda
dengan Islam. Untuk itu Umar memerintahkan panglima-panglima, apabila mereka berhasil menguasai suatu kota hendaknya mereka mendirikan
masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Berkaitan dengan usaha pendidikan
itu, Khalifah Umar mengangkat dan menunjuk
guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang di taklukan, yang bertugas mengajarkan isi Al-Qur’an dan ajaran Islam kepada penduduk
yang baru masuk Islam .
Pada masa Khalifah Umar, sahabat-sahabat besar yang
lebih dekat kepada Rosulullah dan memiliki
pengaruh besar, dilarang keluar Madinah kecuali atas izin Khalifah dan
hanya dalam waktu yang terbatas. Dengan
demikian, penyebaran ilmu para sahabat besar terpusatkan dimadinah sehingga
kota tersebut pada waktu itu menjadi
pusat keilmuan Islam. meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan
Islam bertambah besar karena mereka yang baru menganut islam ingin menimba ilmu
keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi, khususnya
manyangkut Hadits Rasul sebagai salah satu sumber agaama yang belum terbukukan
dan hanya ada dalam ingatan para sahabat dan sebagai alat bantu untuk
menafsirkan Al-Quran[3]. Sejak masa ini, telah terjadi mobilitas
penuntut Ilmu dari daerah-daerah jauh menuju Madinah sebagai pusat Ilmu Agama
Islam. Gairah menuntut Ilmu Agama Islam tersebut dibelakang hari mendorong
lahirnya sejumlah pembidangan disiplin ilmu keagamaan seperti Tafsir, Hadits, Fiqih dan sebagainya.
Tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah nampak dalam pendidikan Islam
pada masa Khalifah Umar. dikuasainya wilayah-wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya
keinginan untuk belajar bahasa Arab sebagai bahasa pengantar diwilayah-wilayah
tersebut. Orang-orang yang baru masuk islam dari daerah-daerah yang baru
ditaklukan harus belajar Bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami
pengetahuan Islam. Oleh karena itu masa ini sudah terdapat pengajaran Bahasa Arab.
C. Pada Masa Kholifah Usman bin Affan
Pada masa khalifah Usman, pelaksanaan Pendidikan Agama Islam tidak berbeda
jauh dengan masa sebelumnya. Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun. Pada masa ini pendidikannya melanjutkan
apa yang telah ada. Sedikit perubahan telah mewarnai pelaksaan pendidikan
Islam. Para shahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan
meninggalkan Madinah dimasa Khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar
dan menetap didaerah daerah yang mereka sukai. Disitu mereka mengajarkan
Ilmu-ilmu yang dimiliki dari Rasul secara langsung. Kebijakan ini besar sekali
artinya bagi pelaksanaan Pendidikan Islam didaerah-daerah sebelumnya. Umat Islam diluar Madinah dan Makkah, khususnya dari luar semenanjung Arab, harus menempuh perjalanan jauh
yang melelahkan dan lama untuk menuntut Ilmu agama Islam di Madinah. Tetapi sebenarnya sahabat-sahabat besar keberbagai daerah meringankan umat Islam untuk belajar
Islam kepada sahabat-sahabat yang tahu banyak Ilmu Islam didaerah mereka
sendiri atau didaerah terdekat[4].
Usaha kongkrit dibidang Pendidikan
Islam belum dikembangkan oleh Khalifah Usman. Kholifah merasa sudah
cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan. Namun begitu, satu usaha cemerlang
telah terjadi dimasa ini, yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam.
Melanjutkan usulan Umar kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan tulisan
ayat-ayat Al-Quran, Khalifah Usman memerintahkan agar
mushaf yang dikumpulkan dimasa Abu Bakar, disalin oleh Zaid bin Tsabit
bersama Abdullah bin Zubair, Zaid bin
‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits. Penyalinan ini dilatar belakangi oleh
perselisihan dalam bacaan Al-Quran. Menyaksikan perselisihan itu, Hudzaifah bin Yaman melapor kepada Khalifah Usman dan
meminta Khalifah untuk menyatukan bacaan Al-Quran. Akhirnya, Khalifah memerintahkan penyalinan tersebut sekaligus
menyatukan bacaan Al-Quran dengan pedoman apabila terjadi
perselisihan bacaan antara zaid bin Tsabit dengan tiga anggota tim penyusun,
hendaknya ditulis sesuai lisan Quraisy karena Al-Quran itu diturunkan dengan lisan quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang
quraisy, sedangkan ketiga orang
anggotanya adalah orang quraisy.
Setelah selesai menyalin mushaf itu, Usman memerintahkan para penulis
Al-Qur’an untuk menyalin kembali beberapa mushaf untuk dikirim ke Mekkah,
Kuffah, Bashrah, dan Syam. Khalifah Utsman sendiri memegang satu mushaf yang
disebut mushaf Al-Imam.
Mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi ketempat penyimpanan semula, yaitu dirumah Habsah. Khalifah Usman
meminta agar umat Islam memegang teguh apa yang tertulis dimushaf yang
dikirimkan kepada mereka sedangkan mushaf-mushaf yang sudah ada ditangan umat
Islam segera dikumpulkan dan dibakar untuk menghindari perselisihan bacaan Al-Quran serta menjaga keasliannya. Fungsi Al-Quran sangat fundamental bagi sumber
agama dan ilmu-ilmu Islam. Oleh karena itu, menjaga keaslian Al-Quran dengan menyalin dan membukukannya
merupakan suatu usaha demi perkembangan ilmu-ilmu Islam dimasa mendatang[5].
Seperti Khalifah-khalifah sebelumnya, Khalifah Usman memberikan perhatian
besar kepada pengiriman tentara kebeberapa wilayah
yang belum ditaklukan. Besar juga hasil yang dipelroleh dari pengiriman
ekspedis dimasa ini bagi perluasan kekuasaan Islam, yang mencapai tripoli,
ciprus, dan beberapa daerah lain tetapi, gelombang ekspedis berhenti sampai disini karena perselisihan pemerintahan dan kekacauan yang mengakibatkan
terbunuhnya Khalifah Usman
D. Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Setelah
Usman meninggal, kekhalifahan diganti oleh Ali bin Abi tholib sebagai khalifah. Ia dibaiat secara
beramai-ramai oleh masyarakat. Ali diangkat sebagai khalifah keempat di masjid
Nabawi Madinah pada 24 juni 656 M. sejak awal kekuasaanya, kekhalifahan Ali
selalu di selimuti pemberontakan hingga berakhir tragis dengan terbunuhnya
khalifah. Pada awal masa
pemerintahannya, sudah digoncang peperangan dengan Aisyah (istri nabi) beserta Thalhah dan Abdullah bin Zubair yang berambisi menduduki jabatan khalifah. Peperangan di antara mereka disebut dengan
perang jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta[6].
Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain sehingga masa
kekuasaan khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan
kedamaian. Mu’awiyah sebagai gubernur Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaan Ali. Ali terpaksa harus menghadapi peperangan lagi melawan mu’awiyah dan
pendukungnya yang terjadi di Shiffin. Tentara Ali sudah hampir pasti dapat mengalahkan tentara mu’awiyah, ketika akhirnya mu’awiyah mengambil siasat
untuk mengadakan tahkim, penyelesaian dengan adil dan damai. Semua anggota Ali menolak, tetapi atas desakan sebagian tentaranya, ia
menerima juga. Namun,
tahkim malah menimbulkan kekacauan karena mu’awiyah bersikap curang. dengan
tahkim mu’awiyah berhasil mengalahkan Ali, dan akhirnya mendirikan pemerintahan
tandingan di Damaskus[7].
Sementara itu, sebagian tentara ali menentang keputusan dengan cara tahkim.
Karena tidak setuju, mereka meninggalkan Ali mereka membentuk kelompok sendiri sebagai
kelompok khawarij. Golongan ini selalu merongrong kewibawaan Ali kekuasaan Ali sampai akhirnya beliau mati terbunuh seperti yang dialami Usman. Sistem pendidikan pada masa Khulafaarrosyidin
dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada masa Khalifah
Umar bin Khattab yang turut campur dalam menambahkan kurikulum dilembaga kuttab
para sahabat yang memiliki pengetahuan keagamaan membuka majlis pendidikan
masing-masing, sehingga pada masa Abu Bakar misalnya lembaga pendidikan kuttab
mencapai tingkat kemajuan yang berarti.
Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi
ketika masyarakat Muslim telah menaklukan beberapa daerah dan menjalin kontak
dengan bangsa-bangsa yang telah maju ketika peserta didik selesai mengikuti
pendidikan dikuttab mereka melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi
yakni dimasjid. Dimasjid ini ada dua tingkat, yakni tingkat menengah dan tingkat tinggi.
Yang membedakan diantara pendidikan itu adalah kualitas Gurunya. Pada tingkat
menegah gurunya belum mencapai status Ulama Besar, sedangkan pada tingkat
tinggi para pengajarnya adalah ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam
dan integritas kesalehan dan kealiman yang diakui masyarakat.
Keempat khalifah inilah
yang populer dengan sebutan Khulafaur Rasyidin. Pada masa Khulafaur Rasyidin
wilayah islam telah meluas kearah jazirah Arab, yaitu meliputi Mesir, Persia,
Syria dan Irak. Perluasan wilayah selalu
dibarengi dengan aktivitas dakwah dan pendidikan secara teratur, terprogram dan
sistematik dengan mengikut sertakan guru-guru agama yang handal. Merekalah yang
melopori aktivitas pendidikan dengan mendidirikan lembaga-lebaga pendidikan.
Beberapa pendidikan di Mekkah, Madinah, Basrah, Kufah, Damaskus dan Mesir.
Sementara itu umat Islam sangat membutuhkan pelajaran agama yang bersumber dari
Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Pada umumnya umat Islam
masa itu tidak puas dengan belajar pada sedikit guru. Mereka menempuh
perjalanan yang sangat jauh untuk mendengarkan seorang guru yang mengajarkan
beberapa hadist atau bahkan untuk memperoleh satu hadis saja. Perjalanan
menelusuri pusat pendidikan Islam dikenal dengan sebutan “rihlah ilmiyyah”. Aktivitas ini selain menjadi ilmu dapat tersebar
ke seluruh wilayah Islam, juga menjadi
bukti bahwa pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin
tidak dibatasi dengan sister sekolah (school
without wall). Di belakang hari aktivitas ini mendorong lahirnya pembei dangan
sejumlah disiplin ilmu agama, seperti; tafsir, hadis, fikih, teologi, (kalam)
dan lain-lain. Dikota-kota inilah pendidikan Islam berkembang secara pesat.
Pada mulanya, pendidikan
Islam pada masa Khulafaur Rasyidin dilakukan secara mandiri
atau perorangan yang ditandai berdirinya majelis-majelis pendidikan oleh para
sahabat. Selain didirikan masjid di beberapa kota penting umat Islam pada masa
ini lembaga pendidikan sejenis “kuttab” mencapai tingkat kemajuan yang berarti.
Kurikulum atau materi pelajaran pun ditentukan sendiri oleh permakarsanya,
tetapi yang lebih dominan adalah pembelajaran menulis dan membaca Al-Qur’an.
Begitu pinting peran lembaga pendidikan ini, sehingga para ulama berpendapat
bahwa mengajarkan Al-Qur’an merupakan fardu kifayah.
Materi pendidikan yang diajarkan pada masa
Khalifaurrasyidin sebelum masa umar bin khattab untuk kuttab adalah :
·
Belajar membaca dan menulis
·
Membaca al-Quran dan menghafalnya
Pada masa pemerintahan Umar
bin Khatthab, pemerintahan secara resmi menambahkan kurikulum untuk
pembelajaran di Kuttab. Ketika itu Khalifah Umar mengintruksikan perlunya
pembelajaran berenang, mengenadarai onta/kuda, memanah, membaca dan menghafal
syair-syair yang mudah. Materi pembelajaran di Kuttab berkembang menjadi;
a. Belajar
menulis dan membaca
b.
Membaca dan menghafal
Al-Qur’an
c.
Pokok-pokok agama
d.
Berenang
e.
Mengendarai onta/kuda
f.
Memanah
g.
Membaca dan menghafal
syair-syair yang mudah[9]
Tentu, dalam pelaksanaannya
kurikulum tersebut disesuaikan dengan kondisi daerahnya. Pelajaran berenang,
umpamanya hanya dapat dilaksanakan didaerah atau dikota-kota yang mempunyai
sungai seperti Irak, Syaria, dan Mesir.
Pusat-pusat pendidikan pada masa
khulafaurrasyidin tidak hanya dimadinah, tetapi menyebar diberbagai kota,
seperti kota Maakkah dan Madinah, kota Bashrah dan Kuffah, kota Damsyik dan
Palestina dan kota Fisstat Mesir. Dipusat-pusat daerah inilah pendidikan Islam
berkembang secara pesat.
Ketika Umar bin Khattab diangkat menjadi Khalifah
ia mengintruksikan pada penduduk kota agar anak-anak diajarkan sebagai berikut
:
·
Berenang
·
Mengendarai onta
·
Memanah
·
Membaca dan menghafal
syair-syair yang mudah dan peribahasa
Sedangkan materi pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari :
·
Al-Quran dan Tafsirnya
·
Hadits dan mengumpulkan
·
Fiqih
Ilmu-ilmu yang dianggap
duniawi dan ilmu Filsafat belum dikenal sehingga pada masa itu tidak ada. Hal
ini dimungkinkan mengingat konstruksusial masyarakat ketika itu masih dalam
pengembangan wawasan keislaman yang lebih difokuskan pada pemahaman al-Quran
dan Hadits.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
isi makalah diatas dapat disimpulkan pada masa Abu Bakar adalah masa mulai
munculnya nabi-nabi palsu maka ia memusatkan perhatiannya untuk memberantas
orang-orang yang mengaku nabi, dan juga mulai memperluas (ekspansi) daerah
kekuasaan Islam. Sedangkan pada masa Umar bin Khatab ini Islam mengalami
kejayaan dengan meluasnya daerah kekuasaan islam, Umar pun memberikan kebijakan
kepada para panglimanya untuk mendirikan masjid-masjid di setiap daerah yang
sudah di taklukannya masjid tersebut selain digunakan untuk ibadah juga di
gunakan untuk kepentingan pendidikan.
Dan Masa
Ustman bin Affan mulai terjadinya pengiriman guru-guru untuk
membantu pendidikan di daerah-daerah yang sudah dikuasai Islam pada masa itu,
juga mulai terjadinya pembukuan Al-Qur’an
dan mulai di terapkannya mushaf ustmani sebagai mushaf Al-Qur’an.
Sedangkan Masa
Ali bin Abi Tholib sejak ia memerintah banyak sekali
pemberontakan-pemberontakan yang terjadi antara lain pemberontakan Aisyah
beserta thalhah dan Abdullah bin Zubair yang berambisi menduduki kursi
kekhalifahan juga pemberontakan yang di lakukan mu’awiyah yang juga sama ingin
menduduki kursi ke khalifahan.
Materi pendidikan yang diajarkan pada masa Khalifaurrasyidin sebelum masa
umar bin khattab untuk kuttab adalah Belajar membaca dan menulis Membaca al-Quran dan menghafalnya. Belajar pokok-pokok Agama, seperti cara
wudlu, sholat, puasa dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Usairy Ahmad,
Sejarah Islam, jakarta; Akbar Media, 2009,
Badri Yatim,
Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2007.
Bastoni Hepi Andi, Sejarah
Para Khalifah, Jakarta; Pustaka Al-kautsar, 2008
Hasan Ibrahim, Sejarah
Kebudayaan Islam, Jakarta; Kalam Mulia
Khoriyah, Reorientasi
wawasan Sejarah Islam, Yogyakarta:
Teras, Cet I 2012.
Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta, 1996
Thoha As’ad, Sejarah
Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ihsan Madani, 2011.
www.google.com/Pendidikan.Islam.Pada.Masa.Khulafarosyidin/Diakses.29september2012.