Rabu, 10 September 2014



Kata budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia.
Kebudayaan sendiri diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran manusia, sehingga dapat menunjuk pada pola pikir, perilaku serta karya fisik sekelompok manusia.
Sedangkan definisi kebudayaan menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Budiono K, menegaskan bahwa, “menurut antropologi, kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar”. Pengertian tersebut berarti pewarisan budaya-budaya leluhur melalui proses pendidikan.
Beberapa pengertian kebudayaan berbeda dengan pengertian di atas, yaitu:
  1. Kebudayaan adalah cara berfikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial (masyarakat) dalam suatu ruang dan waktu.
  2. Kebudayaan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan kepercayaan seni, moral, hukum, adat serta kemampuan serta kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
  3. Kebudayaan merupakan hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya yaitu masyaraakat yang menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan yang terabadikan pada keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia yaitu kebijaksanaan yang sangat tinggi di mana aturan kemasyarakatan terwujud oleh kaidah-kaidah dan nilai-nilai sehingga denga rasa itu, manusia mengerti tempatnya sendiri, bisa menilai diri dari segala keadaannya.
Pengertian kebudayaan tersebut mengispirasi penulis untuk menyimpulkan bahwa; akal adalah sumber budaya, apapun yang menjadi sumber pikiran, masuk dalam lingkup kebudayaan. Karena setiap manusia berakal, maka budaya identik dengan manusia dan sekaligus membedakannya dengan makhluk hidup lain.
Dengan akal manusia mampu berfikir, yaitu kerja organ sistem syaraf manusia yang berpusat di otak, guna memperoleh ide atau gagasan tentang sesuatu. Dari akal itulah muncul nilai-nilai budaya yang membawa manusia kepada ketinggian peradaban.

Dengan demikian, budaya dan kebudayaan telah ada sejak manusia berpikir, berkreasi dan berkarya sekaligus menunjukkan bagaimana pola berpikir dan interpretasi manusia terhadap lingkungannya. Dalam kebudayaaan terdapat nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat dan hal itu memaksa manusia berperilaku sesuai budayanya.
Antara kebudayaan satu dengan yang lain terdapat perbedaan dalam menentukan nilai-nilai hidup sebagai tradisi atau adat istiadat yang dihormati. Adat istiadat yang berbeda tersebut, antara satu dengan lainnya tidak bisa dikatakan benar atau salah, karena penilaiannya selalu terikat pada kebudayaan tertentu.
Kebudayaan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang, begitu pula sebaliknya.Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan, dan kebudayaan akan terus berkembang melalui kepribadian tersebut. Sebuah masyarakat yang maju, kekuatan penggeraknya adalah individu-individu yang ada di dalamnya. Tingginya sebuah kebudayaan masyarakat dapat dilihat dari kualitas, karakter dan kemampuan individunya.
Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang saling berkaitan. Manusia dengan kemampuan akalnya membentuk budaya, dan budaya dengan nilai-nilainya menjadi landasan moral dalam kehidupan manusia. Seseorang yang berperilaku sesuai nilai-nilai budaya, khususnya nilai etika dan moral, akan disebut sebagai manusia yang berbudaya. Selanjutnya, perkembangan diri manusia juga tidak dapat lepas dari nilai­nilai budaya yang berlaku.
Kebudayaan dan masyarakatnya memiliki kekuatan yang mampu mengontrol, membentuk dan mencetak individu. Apagi manusia di samping makhluk individu juga sekaligus makhluk sosial, maka perkembangan dan perilaku individu sangat mungkin dipengaruhi oleh kebudayaan. Atau boleh dikatakan, untuk membentuk karakter manusia paling tepat menggunakan pendekatan budaya.
Kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia menurut Alisyahbana merupakan suatu keseluruhan yang komplek yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Ritual sebagai salah satu bagian dari kebudayaan yang selalu merealisasikan kebutuhan masyarakat. Kaidah ini sesuai dengan naluri manusia yang tersembunyi, yang tercermin dalam penghormatan tradisi yang baku dalam perasaan individu dengan rasa takut ketika melanggar apa yang telah dilakukan pendahulu mereka.

Pengertian Adat Istiadat
Yang dimaksud dengan Adat Istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu negeri yang mengikuti pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat.
Kelaziman ini pada umumnya menyangkut pengejawatahan unjuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara keramaian anak negeri, seperti pertunjukan randai, saluang, rabab, tari-tarian dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung.
Adat istiadat semacam ini sangat tergantung pada  situasi sosial ekonomi masyarakat. Bila sedang panen baik biasanya megah meriah, begitu pula bila keadaan sebaliknya. Adat adalah gagasan
kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah

Pengertian  Kebiasaan
Tradisi (Bahasa Latintraditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negarakebudayaanwaktu, atauagama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Definisi kebiasaan: sesuatu yang kamu lakukan secara periodik (present tense/saat ini). Dulunya, (past tense) hal itu nggak pernah kamu lakukan, tapi sekarang jadi ngelakukannya secara periodik.

Ilmu kebudayaan meninjau agama dari segi kehidupn dan bagaimana posisi kehidupan beragama dalam kebudayaan secara keseluruhan/.  Initinya adalah bagaimana hubungan agama dengan sistem budaya, yang lain. Pembedaan antara defenisi dan teori di atas, apa yang diungkap sebagai defenisi sebenarnya sudah merupakan teori. Pembahasan nmengenai asal usul agama, Kontjaraningrat menempatkannyasebagai teori.
Secara sederhana dalam pandangan umum, beragama adalah kepercayaan dan perbuatan yang berkaitan dengan hubungan manausia dengan kekuatan atau wujud gaib (relationship between humans and supranatural forces or beings). –45. Artinya, beragama berkenaan dengan hal-hak yang alamiah atau natural dan ada pula yang supernatural. Yang natural, alamiah atau biasa tidak dikenal orang sebagai bagian dari kehidupan beragama.
Agama adalah yang berhubungan dengan supernatural, yang luar biasa atau yang gaib. Namun batas antara yang supranatural dengan yang tidak supranatural sangt kabur dan relatif. 46.polarisasai antara yang natural dan supranatural, sekuler dan religius, sakral dan profan dalam kenyataan tidaklah terpisah. Suatu keris tua biasa dianggap suci oleh suatu suku bangsa dan dianggap biasa saja oleh suku bangsa lain. -46.
Sikap dan tanggapan manusia berbeda-beda ketika menghadapi banjir, kematian, gempa bumi, dan bencana lainnyta. Sebagian menganggapnya sebagai kehendak Tuhan dan tidak dapat diketahui sebab-sebabnya. Akan tetapi yangmemahami persoalan secara ilmiah menilainya karena kita kita tidak mengetahui atau melanggar hukum sebab akibat. Cara ini tidak diasosiakan kepada agama. –47.
Harsojo mengungkapkan sistem kepercayaan (religi) sebagai salah satu aspek kebudayaan, di samping; teknologi dan kebudayaan materiil, sistem ekonomi dan mata pencaharian, organisasi sosial, sistem kepercayaan, dan kesenian (Harsojo: 1982, 223-247). Harsojo, Pengantar Antropologi, Bina Cipt.
Kontjaraninngrat  juga menempatkan agama sebagai cultural universals ke enam dari unsur kebudayaan yang dikemukakannya, yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian.[1] Ia menjadi cultural univrersals dimana dan kapan pun karena ia merupakan norma dan prinsip-prinsip yang ada dalam keyakinan, pemahaman, dan rasa masyarakat yang bersangkutan dalam berhubungan dengan yang gaib. –36.
Selain yang percaya dan mengamalkan agama adalah manusia, pandangan agama adalah kebudayaan yang berpendapat bahwa agama adalah human made. Pandangan ini menolak yang gaib., Tuhan, dan wahyu dalam agama. ---scientis percaya metode ilmiah yang rasional dan empirik sebagai tolok ukur untuk menentukan ada atau tidaknya sesuatu. 
Sebaliknya, agamawan atau teolog tidak mau mengakui agama sebagai kebudayaan.
Agama diturunkan Tuhan kepada umat manusia untuk petunjuk bagi mereka dalam menjalani hidup dan kehidupan. Ajaran Tuhan bukan kebudayaan. –37. Dengan demikian agama bukan kebudayaan, tetapi ciptaan dan ajasran Tuhan ysng Mahagaib dan Maha Berkuasa. Kedua pandangan di atas, pandangan ahli antropologi dan ahli teologi tampak kurang cermat dan melihat permasalahan secara sepihak.
Agama (wahyu) sebagai ajaran dari Tuhan bukanlah kebudayaan karena bukan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Akan tetapi, ajaran agama bukan semuanya yang merupakan wahyu Tuhan. Banyak pula yang merupakan interpretasi dan pendapat pemuka agama terhadap wahyu Tuhan itu, sehingga merupakan kebudayaan. Namun demikian, ada juga agama yang memang merupakan kebudayaan manusia, yaitu yang hanya berasal dari tradisi yang turun temurun dan tidak jelas siapa pembawanya, kapan dan dimana turunnya. 37.
Edward Norbeck misalnya, mengungkapkan asumsi dasar dari bukunya Religion in Human Life bahwa agama adalah bagian dari kehidupan manusia yang dikategorikan sebagai supranaturalisme atau agama.  “... is man and everywhere much alike. As a creation of man, religion is an element of culture, a man-made part of the human universe...”.[2] (Supernaturalisme atau agama adalan buatan manusia dan dimana-mana banyak kesamaannya. Sebab suatu ciptaanmanusia, agama adalah bagian dari budaya, bagian ciptaan manusia secara universal---
Redcliffe-Brown mengemukakan agama adalah ekspresi dalam satu atau lain bentuk tentang kesadaranterhadap ketergantungan kepada suatu kekuatan di luar diri kita yang dapat dinamakan kekuatan spiritual atau moral. Pandangan Tylor and Frazer hampir sama dengan pandanganComte yang memahami aagama sebagai kecenderungnan primitif atau terbelakang (Pals, 2001, 58-63: Evans Pritchard, 1984, 106-111).
August Comte (1798-1858), memahami berpikir religius sebagai berpikir yang cenderung mencari jawaban yang mutlak tentang segala hal, seperti mengembalikan sebab segala peritiwa yang terjadi kepada kehendak Tuhan. Cara berpikir ini paling primitif dalam perkembangan pemikiran manusia. Emile Durkheim (1885-1917) mengemukakan esensi agama sebagai kehendak masyarakat itu sendiri.
Karena itu agama adalah ciptaan masyarakat,  bahkan yang dipercayai sebagai Tuhan sebenarnya adalah masyarakat itu sendiri. Sigmud Freud (1856-1939) mengatakan bahwa agama adalah ilusi manusia disatu segi dan dari segi lain agama juga berfungsi untuk menimbulkan berbagai penyakit jiwa akibat banyak keinginan bawah sadar manusia yang dilarang oleh agama.
 Karl Marx (1818-1883) lebih parah lagi, mengatakan agama sebagai bagi kelas borjuis untuk memeras kelas proletar (Bustanuddin Agus, “Ilmu dan Islam dalam Persepsi Ilmuwan Sosial: Studi Kasus Hubungan Pandangan Ilmiah dan Pandangan Keagamaan 20 Orang Dosen Ekonomi Minang” Disertasi, Program Pascasarjana IAIN Jakarta bekerjasama dengan Program Pascasarjana Universitas Indonesia : 2003, 38-47). –50.
Pewarisan tradisi tersebut dapat terjadi melalui pertunjukan upacara adat pada suatu masyarakat. Ceriak adalah suatu bentuk adat istiadat yang berkembang di masyarakat Kundi, Ceriak  oleh masyarakat Kundi telah ditempatkan sebagai sebuah ritual adat sebelum acara sedekah kampung yang rutin dilaksanakan setiap tahun. Tradisi  Ceriak merupakan acara adat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemasyarakatan seperti ungkapan rasa syukur, hubungan sosial antara masyarakat dangan masyarakat maupun bangsa jin (Mahluk Gaib), penanaman nilai-nilai seni budaya dan nilai-nilai positif lainnya.
Agama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap sesuatu yang memiliki  kekuatan gaib dan supranatural. Agama dianggap berpengaruh pada kehidupan individu dan masyarakat, termasuk dalam memaknai alam dan fenomenanya. Agama direfleksikan dalam sistem simbol, ritual, prilaku, budaya,  dan komunikasi terhadap diri sendiri, orang lain, dan alam atau sesuatu yang dianggap supranatural.
Kepercayaan terhadap agama tersebut --dalam perjalanan sejarah manusia mulai dari masyarakat primitif sampai masyarakat modern -- menimbulkan perbedaan terhadap sesuatu yang diyakini sebagai sesuatu yang memiliki kekuatan gaib seperti Tuhan, dewa, dan roh. Wujud kepercayaan dan tata cara pelaksanaan ritualpun mengalami perbedaan yang mencolok. Dalam struktur kepercayaan, unsur magis dan mitos menjadi inheren dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat primitif, masyarakat yang masih memegang teguh prinsip-prinsip tradisional dan adat.
Kepercayaan beragama menimbulkan perilaku tertentu seperti pemanjatan mantera-mantera, berdoa, memuja, dan menimbulkan sikap mental tertentu  seperti rasa takut, rasa optimis, dan pasrah. Kepercayaan yang berlandaskan pada kekuatan gaib ini, tampak aneh, tidak alamiah dan tidak rasional dalam pandangan individu modern. Karena pandangan orang modern lebih dipengaruhi oleh sesuatu yang konkret, rasional, alamiah, ilmiah dan  empirik.
Kepercayaan terhadap sesuatu yang diyakini memang menimbulkan perdebatan dikalangan masyarakat umumnya dan ilmuan khususnyaIslam adalah agama yang menghargai adat istiadat yang berkembang di masyarakat, asalkan tidak bertentangan dengan kaidah, norma, serta hukum agama.
 Menurut Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, adat atau ‘Urf adalah “Sesuatu yang dikehendaki manusia dan mereka kembali terus menerus serta yang dikenal oleh manusia dan berlaku padanya, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun meninggalkan sesuatu.
 Pelaksanaan Ceriak itu sendiri dilaksanakan sejak dahulu turun temurun dan biasanya dilaksanakan di sebuah hutan (Pulau Kecil) bertempat di belakang Rumah sekolah SDN 4 Kundi Kec.Simpang Teritip, Kab Bangka Barat, waktunya sebelum mengadakan acara pesta kampung, dan tujuannya menyambut acara sedekah kampung dan penolak bala, dan ritual ini dilaksanakan oleh bukan sembarang orang karna yang melakukan ini para dukun yang sudah memiliki hubungan dengan para jin ditempat. Acaranya para dukun berkumpul di balai desa kemudian melaukan tarian, membawa sesajen, lilin, perahu yang dibuat dari kulit kayu, alat musik, tongkat, tabar.
kemudian sesajen tersebut di  letakan diatas perahu tersebut sebelum mereka mengantarkan sesajen mereka berdiri dan megangkat perahu dan sesajen, kemudian membuat barisan pajang kemudian mereka melaksanakan doa tolak bala untuk keselamatan desa dan keselamatan mereka, kemudian para dukun berjalan dengan diiringi suara musik untuk mengantarkan perahu yang telah diisi dengan sesajen ketempat yang mereka percai bahwasanya itu tempat jin yaitu di belakang SDN 4 dibawah pohon besar dan disana mereka melakukan ritual yaitu para dukun bekomunikasi dengan para bangsa jin.
Adapun perahu yang telah diisi sesajen yang biasanya tidak dibawa pulang dan menjadi ciri khas dalam ritual ceriak  ini yaitu sesajen diatas perahu,yang digunakan untuk ritual.
Dukun kampong bagian dukun Darat memimpin proses setelah berdoa, pemuka adat menabarkan kemasyrakat air tabar yang telah di simpan di cerek, kemudian dikebas-kebaskan ke segala arah. Dan satu hari setelah ceriak  diadakannya taber keliling kampung dari rumah-kerumah.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka tradisi ceriak menjadi sarana bagi masyarakat kundi untuk mengangkat suatu kebudayan yang mungkin boleh dikatakan tidak ada lagi ritual yang seperti ini ditempat lain.
Menurut kek UTER(Jeneng) keturunan ke-10,dan beliau tinggal di desa menduyung dia menjadi jeneng kampung kundi mulai tanggal 27/03/2002 sampai sekarang, Jeneng darat memiliki wilayah urusan masing-masing karna khususnya di desa kundi sendiri ada tiga orang dukun yang pertama dukun laut, dukun udara dan dukun darat namun utuk melakukan ritualnya mereka sama-sama namun hanya ikut serta, sedangkan yang saya ceritakan disini yaitu dukun darat,untuk wilayah atau batasan dukun darat arah timur samapai dengan laut/pantai, untuk barat sampai dengan peratep, untuk selatan sampai desa sukal, dan untuk utara sapai dengan riding.
pada awal mula terjadinya ceriak ini berawal dari akek usang beliau pada saat itu akek Apik tinggal di Desa Pelanggas Kec.Simpang Teritip Kab, Bangka Barat pada saat itu beliau di datangi oleh empat orang yang berbaju putih minta dia untuk mengurus para jin karna pada saat itu yang terkuat didesa tersebut ada tiga orang yaitu pak pengulu, kepala desa, dan Dukun.
Pada saat atok usang (Apik) ditemui pertama kali beliau tidak mau, kemudian datang lagi untuk ke dua kalinya sampai keempat kali atok usang (Apik) tidak mau juga dan yang kelima karna disuruh oleh istrinya baru beliau mau untuk mengurus  mahluk halus tersebut. Ketika malam pertama beliau melakukan ritual di Desa Pelanggas, malam kedua di Desa Simpang tiga, dan malam ketiga yaitu di Desa Kundi Kec. Simpang Tritip Kab. Bangka Barat.
Pada awalnya tempat mahluk tersebut berpindah-pindah  pada akhirnya mahluk tersebut minta ditempatkan di sebuah pulau kecil yang diberi nama dengan sebutan “Pekal NENG”,dan sebelum mahluk tersebut diurus oleh atok usang Apik para mahluk tersebut mengganggu masyarakat bahkan msyarakat pada saat itu merasa kepanasan dan kehausan pada saat para mahluk halus masih berkeliaran dan tanpa diurus.
Itulah yang menyebabkan atok usang (Apik) mau mengurus mahluk tersebut Karna beliau kasihan dengan keadaan masyarakat pada saat itu. jadi setelah atok usang Apik berkomunikasi dengan mahluk sakral tersebut dan saat itu adat ceriak rutin dan masih aktif  sampai sekarang. para mahluk tersebut pun meminta dihidangkan makanan karna menurut atok UTER para mahluk tersebut sama halnya seperti manusia hanya berbeda alam .
Yang pertama melakukan adat ceriak  yaitu atok usang Apik atok usang dari atok UTER (Jeneng), untuk adat ceriak itu sendiri dilaksanakan harus pada bulan cina, yaitu pada tanggal 10 dan 2 cina. sedangkan untuk acara adat ceriak ini dibagi menjadi dua yaitu “ceriak ngelem negeri” dan “ceriak nerang negeri” namun untuk ritualnya sama hanya saja ada sedikit perbeda pada alatnya saja.
Ceriak ngelem yaitu dilaksanaka ketika masyarakat kundi Nugel padi di Ume(sawah) dan menceritakan bahwa bulan telah berganti sedangkan ceriak nerang dilaksanakn setelah masyarakata kundi ngetem (memetik) padi.
Untuk kegiatan itu seorang jeneng sebelum malam tersebut tiba dia harus mempersiapkan semua alat-alat yang diperlukan untuk acara ritual adat ceriak  alat yang dibutuhkan seperti beras pulut hitam,beras pulut merah,beras pulut putih,anyaman nipah<>20 batang,kapur sirih,temaku sigong,gambir,daun sirih bertemu ulat,pucuk kayu sepiding,pucuk kayu sesalah,daun akar bebulus,daun akar sebandar,daun akar satik,pucuk daun nipah,kulit kayu tiling,kulit kayu miding,telor ayam kampung itu la beberapa bahan yang diperlukan untuk acara adat ceriak,
Sedangkan untuk ceriak ngelem negri jeneng akan membuat wadah seperti rakit dari kulit kayu tengiling kemudian nasi pulut yang telah dimasak di letakan dan disusun sesuai aturan warna,kemudian daun sirih yang telah di buat seperti terompet disis dengan kapur,gambir,temaku sigong diletakan diatas nasi pulut yang dibuat,seperti halnya yang dilakukan oleh para nenek-nenek dan orang tua makan sirih karna menurut atok UTER (Jeneng) mereka sama halnya dengan kita mau seperti itu.kemudian menyalakan lampu dan kemenyan.Lalu telor ayam kampung diletakan diatas nasi pulut yang telah disusun rapi
Sama halnya dengan ceriak nerang negri cuman ada sedikit berbeda pada alat ritual kalau criak ngelem negri wadah atau tempat sesajin berasal dari kulit tengiling dan berbentuk seperti rakit sedangkan ceriak nerang negri dibuat dari kulit kayu miding dan dibuat berbentuk perahu yang lengkap dengan layar putih dari kain kafan.
Alat-alat yang telah dibuat oleh jeneng lalu di bawa ke gudang/balai desa kundi lalu disana akan diadakan ritual-ritualnya kemudian diantar ke tempat persinggahan Pekal NENG kemudian rakit/perahu yang telah dibuat akan diletakan diats kayu sebatang seolah-olah wadah tersebut berlayar ke arah barat dan ritual yang dibacakan bukanlah minta kekayaan atau jabatan namun doa/ucapan ketika ritual itu jeneng meminta kepada ruh/mahluk halus tersebut agar menjaga dan tidak menggagu masyarakat yang ada dikundi ini sama halnya kita meminta kepada tuhan namun ini meminta jangan menggangu kepada mahluk sakral tersebut papar atok UTER(Jeneng).
Untuk pantangan ceriak ngelem negri dan ceriak nerang negri hampir sama yaitu membunuh binatang liar,menebang kayu atau melayuk,menangkap ular besar, nikah, cerai, dan mencakar orang lain, dan dahulu untuk memakai potert kilat itu dilarang untuk mendokumenkan acara adat tersebut namun untuk sekarang untuk peliputan sudah diizinkan dengan syarat bertujuan untuk mengembangkan budaya yang ada di kundi. Untuk ceriak ngelem negeri pantangannya 3 hari dan sedangkan ceriak nerang negeri yaitu 2 hari saja.
Dan jika ada salah satu masyarakat yang melangggar akan mendapatkan hukuman yaitu mencari kulit kayu yang besar kemudian dibuat seperti yang dibuat oleh jeneng kemudian diantar ke tempat persinggahan para mahluk halus yaitu di Pekal NENG,terjadinya acara sedekah kampung yaitu dari adat ceriak. 
Adat ceriak menurut kek bujel pengganti pimpinan adat tersebut berasal dari kampung pelanggas  kec.simpang teritip jadi awal mula budaya ceriak ini dilaksanakan dua kali yakitu yang diberi nama ceriak kelem dan ceriak nerang namun untuk masalah ritualnya hampir sama tapi hanya beda waktu saja dan kegiatan ini rutin dilaksanakan  di belakang SDN 4 dan bertujuan memberi makan mahluk halus supaya tidak menggangu ke warga-warga setempat.
            Pada dahulu kala pernah mahluk itu dipindahkan ketempat lain namun merka tidak mau lagi di pindahkan karana mereka bilang mereka tidak mau kalau tempat tinggal mereka melintasi air karna air tersebut tempat warga berudu mereka tidak bisa lewat jadi mereka kembali ketempat awal disinggahkan,dan yang melaksanakan ritual tersebut itu tidak boleh kalau tidak berudunamun sebagai pemegang adat tersebut tidak sembarang oarang karna yang bisa menjalankan ritual dan berkomunikasi dengan mereka adalah keluarga/keturuan pengurusnya.
Karna biasanya sebelum pengurus terahir meninggala itu ada yang namaya serah terima yang berbentuk cpul (jimat) jadi bagi pengurus baru wajib memegang ‘cepul’ tersebut dan pernah kejadian apa bila garis keturunan tidak mau mengurus benda tersebut orang itu sakit seperti sakit jiwa namun setelah dibawa ketempat rumah sakit jiwa itu bukan medis yang bisa menyembuhkan karna setelah diperiksa tidak ada satu pun syarf yang rusak maupun tergaanggu.
Namun setelah dibawa pulang langsung diobati dengan ritual tersebut kemudian diperintah untuk mengurus benda tersebut empat hari kemudian dia langsung sehat seperti semula dan acara tersebut harus dilaksanakan karna takut mahluk halus tersebut mengganggu ketenangan masyarakat dikundi ini Ungkap Atok bujel ahli pemegangan ritual sekarang sekaligus yang memelihara mahluk tersebut.


[1] Kontjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Bina Cipta, 2000). Hlm. 203-203.
[2] Edward Norbeck, Religion in Human Life (New York: Holt Rinehart and Winston Inc, 1974), hlm. 9-10.