Minggu, 24 Mei 2015

artikel hikmah puasa perspektif psikologi pendidikan



HIKMAH BERPUASA PERSPEKTIF PSIKOLOGI PENDIDIKAN


pr.jpg
AHMAD ROZALI
MAHASISWA STAIN SAS BABEL


Puasa diperintahkan Allah untuk menjadikan manusia untuk bertaqwa. Dengan berpuasa seseorang akan selalu dididik untuk selalu bertaqwa kepada Allah dimanapun berada, baik ketika ada banyak orang atau saat sendiri. Seseorang yang berpuasa, tidak akan mudah terombang ambing oleh godaan dan rayuan kemewahan dunia karena seseorang yang berpuasa telah dibentengi oleh iman dan taqwa. Orang yang bertaqwa akan selalu merasa setiap perbuatan yang dilakukan selalu dilihat oleh Allah SWT dimanapun dan kapanpun berada. Sehingga manusia akan selalu melaksanakan perintah dan menjauhi larangann-Nya, dengan rasa tulus dan ikhlas hanya karena mengharap ridha dari Allah SWT semata. Orang yang bertakwa akan selalu menghiasi pribadinya oleh cahaya iman, amaliah dan gaya hidup sehari-hari dengan akhlak terpuji.
Puasa adalah mencegah dari perkara yang membatalkan sehari penuh, mulai dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari dengan syarat-syarat yang telah tertulis.”
Selain itu orang yang berpuasa dengan ikhlas, akan senantiasa melakukan ibadah puasa dengan hanya mengharap ridha Allah, karena sejatinya ibadah puasa adalah ibadah yang syarat hikmah dan nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya. Dan diantara nilai pendidikan yang dapat diambil dari ibadah puasa adalah sebagai berikut:
Puasa Mendidik Manusia Untuk Bersifat Jujur
Jujur artinya memberitahukan menuturkan sesuatu dengan sebenarnya. Seseorang dikatakan jujur adalah apabila seseorang tersebut bertindak sesuai dengan kenyataannya. Dengan kejujuran manusia meraih kepercayaan orang lain. Dengan kepercayaan tersebut akan banyak terbuka jalan dalam kehidupannya.
Dalam ibadah puasa banyak mengajarkan atau melatih seseorang yang menjalankan agar bersifat jujur. Kejujuran yang dituntut dalam ibadah puasa adalah kejujuran terhadap diri sendiri maupun jujur kepada orang lain. Nilai kejujuran dalam ibadah puasa dapat dilihat dari Hadis Nabi SAW yang artinya ”Dari Abu Hurairah ra.berkata bahwasannya Rasulullah saw bersabda: .Barangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan pengalamannya maka ia tidak ada kebutuhan bagi Allah dalam hal ia meninggalkan makannya dan minumnya.”(HR Bukhari)
Mengingat begitu pentingnya sifat jujur dalam diri manusia, maka hendaknya manusia membiasakan diri berkata jujur dan berbuat sesuai dengan kejujuran. Dengan pembiasaan itu, nilai kejujuran akan tertanam kuat dalam diri seseorang tersebut.
Puasa Mendidik Manusia Untuk Bersifat Sabar
Sabar artinya tahan menderita yang tidak disenangi, dengan ridho dan lapang dada serta menyerahkan diri hanya kepada Allah. Sabar dimaknai usaha menahan diri dari hal-hal yang tidak disukai dengan sepenuh kerelaan dan kepasrahan. Menurut Al-Ghazali dalam bukunya Ahmad Syarifudin sabar dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
·         Sabar dalam ketaatan yaitu menahan kesusahan dan kesukaran dalam mengerjakan amal ibadah.
·         Sabar dalam kemaksiatan yaitu menahan diri dari mengerjakan kemaksiatan,  kemungkaran dan kedurhakaan.
·         Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan yaitu tabah, tidak mengeluh, serta tidak berputus asa atas musibah dan berbagai musibah yang menimpanya.
Dan ketiga macam sabar di atas terkandung dalam satu aktivitas yaitu ketika seseorang melaksanakan ibadah puasa. Karena ibadah puasa sangat identik dengan kesabaran. Dan kesabaran merupakan inti dari ibadah puasa. Orang yang menunaikan puasa berarti telah melaksanakan pengawasan pribadi dengan menjauhi makan, minum, kesenangan badaniah, nafsu syahwat dan hal-hal terlarang lainnya dengan penuh kesabaran. Itulah sebabnya puasa yang dibarengi dengan ketulusan hati untuk mencari keridhoan Allah SWT akan mampu menjadikan pelakunya berjiwa sabar dan selalu teguh pendirian.
Selama orang itu berpuasa dengan penuh kesabaran, dan puasanya tidak rusak oleh perbuatan-perbuatan tercela dan nafsu-nafsu buruk. Sebab, termasuk aspek yang paling sulit dari ibadah puasa adalah berlaku sabar di dalam mengosongkan jiwa dari nafsu badaniah. Karenanya, seseorang yang berpuasa disertai sikap kesabaran, niscaya kecenderungan-kecenderungan nafsu badaniah yang melekat dalam jiwanya secara perlahan lahan akan tertekan dan dibuat pasif.
Puasa Menjadikan Manusia Untuk Lebih Disiplin
Disilpin juga dapat diartikan melakukan segala sesuatu sesuai atau tepat waktu dan berdasarkan peraturan yang harus ditaati. Seseorang dikatakan disiplin jika menjalankan peraturan yang ada dan tidak melanggarnya. Islam mengandung berbagai ajaran, baik ritual ataupun non ritual yang amat memerlukan kedisiplinan, sebab dari situ bangunan jiwa akan membentuk keteraturannya.
Misalnya ketika memasuki Ramadhan yang amat potensial untuk membentuk jiwa yang disiplin. Puasa Ramadhan merupakan latihan disiplin diri. Ketika sedang berpuasa manusia dilatih agar lebih disiplin. Seperti disiplin untuk mentaati waktu-waktu yang telah ditetapkan misalnya dalam hal makan dan minum. Seseorang yang berpuasa tidak dapat makan dan minum semaunya, tetapi harus makan dan minum kalau sudah tiba waktunya berbuka.
Puasa Dapat Mengendalikan Emosi (Marah)
Emosi adalah perasaan senang atau tidak senang yang selalu menyertai pebuatan manusia sehari-hari yang lebih mendalam, lebih luas dan lebih terarah. Ketika amarah menguasai serta melingkupi diri manusia, maka manusia akan mengambil bentuk sifat yang angkuh atau sombong serta menyingkirkan segala hambatan yang dapat mencegahnya mempengaruhi kehendak manusia, karena itu manusia dapat menghasut manusia bahkan mencelakakan lawan-lawannya tanpa pertimbangan sama sekali. Hal ini juga dapat mendorong manusia untuk melakukan segala kejahatan yang berakibat fatal dalam kehidupan.
Kemarahan yang berlebihan sehingga menimbulkan kejahatan adalah perbuatan yang buruk. Sifat buruk hanya akan menyebabkan penderitaan, karena pada akhirnya dengan kemarahan tidak dapat menyelamatkan jiwa. Sikap menahan amarah, termasuk pemikiran yang bernilai luhur. Karena itu orang-orang yang mampu menahan amarahnya dipuji dan dicintai Allah.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang berpuasa dituntut untuk selalu dapat memelihara emosinya. Jangan sampai emosi itu lepas kontrol. Ibadah puasa adalah ibadah yang sangat istimewa dan mulia. Maka jangan sampai kemuliaan ibadah puasa itu dirusak oleh perilaku syetan dan tidak beradab. Dengan membiarkan emosi tidak terkontrol, maka akan dapat mengakibatkan nilai ibadah puasa lenyap.
Puasa Dapat Meningkatkan Kepedulian Sosial
Manusia merupakan makhluk sosial, yaitu manusia tidak akan bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain, walaupun manusia itu sangat kaya. Dari situ hendaknya manusia selalu memperhatikan kehidupan orang lain disekitarnya dengan bersimpati kepadanya. Simpati ialah suatu kecenderungan untuk ikut seta merasakan segala sesuatu yang sedang dirasakan orang lain. Ketika sedang berpuasa manusia bisa merasakan bagaimana susahnya orang-orang yang kelaparan sehingga timbul rasa simpati di dalam dirinya. Dengan adanya sifat simpati tersebut seseorang bisa berempati kepada orang lain. Sehingga seseorang pasti marasa kasihan jika melihat atau mengetahui saudaranya yang sedang mengalami kesusahan dan berusaha untuk menolongnya.
Diantara hikmah ibadah puasa adalah bahwa ibadah puasa bisa dijadikan sebagai sarana pendidikan sosial terutama pendidikan rasa tanggungjawab baik tanggungjawab pribadi maupun tanggungjawab sosial. Diantara bentuk dari tanggungjawab itu sendiri adalah mencakup adanya aspek sosial dalam pengaplikasian nilai puasa pada kehidupan nyata sehari-hari. Sesungguhnya tanggungjawab sosial dan tanggung jawab pribadi bagaikan dua sisi mata uang logam. Ini berarti bahwa dalam kenyataannya kedua jenis tanggungjawab ini tidak dapat dipisahkan, sehingga tiadanya salah satu dari keduanya akan mengakibatkan peniadaan yang lain. Dengan kata lain jika tidak ada tanggungjawab pribadi, maka tidak akan mungkin ada tanggungjawab sosial.
Solidaritas sosial ini begitu nyata dan terasa dalam praktek puasa. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa puasa memiliki akses besar terhadap tanggungjawab puasa yaitu adanya persamaan. Persamaan ini mempunyai implikasi pada keadilan. Keadilan terbukti oleh pemerataan. Persamaan ataupun keadilan juga pemerataan sebagai implikasi dari puasa yang dengan sangat jelas terlihat dari praktek puasa.
Perbuatan baik terhadap orang lain, akan berdampak pula pada kebaikan terhadap diri sendiri. Dampak itu akan terlihat sebagai cerminan atau pantulan dari kesalehan yang dipetik dari cara manusia memahami ibadah puasa.
Puasa Dapat Meningkatkan Kecerdasan
Seseorang dikatakan cerdas kalau yang bersangkutan menjalankan fungsi pikir, sehingga dapat memecahkan masalah dengan cepat dan tepat. Dalam kamus Psikologi James Drever kecerdasan (intelligence) adalah kecakapan untuk menemui situasi-situasi baru atau belajar melakukannya dengan tanggapan-tanggapan menyesuaikan diri dengan yang baru. Jadi kecerdasan adalah kemampuan atau kecakapan yang dimiliki manusia dalam memecahkan suatu masalah. Kecerdasan terbagi menjadi berbagai macam, yaitu:
1. Kecerdasan Intelektual atau IQ (Intelligence Quotient)
IQ adalah perbandingan umur batin dengan umur kronologis yang dinyatakan dengan persen. Jadi kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan berfikir seseorang. Kecerdasan intelektual memiliki peran dalam memecahkan dan menganalisis suatu masalah dan untuk berani atau tidaknya dalam mengambil keputusan ditentukan oleh kecerdasan emosi.
2. Kecerdasan Emosi atau EQ (Emotional Quotient)
Menurut Goleman kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang mengendalikan emosinya pada saat menghadapi situasi menyenangkan maupun yang menyakitkan. Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengelola dan mengontrol emosinya dalam situasi apapun.
3. Kecerdasan Spiritual atau SQ (Spiritual Quotient)
SQ adalah pengetahuan akan kesadaran diri, makna hidup, tujuan hidup atau nilai-nilai tertinggi. Kecerdasan ini berupa kemampuan mengelola “suara hati” sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan kita bekerja sama dengan lancar menuju sasaran yang lebih luas dan mendalam.
Jadi kecerdasan spiritual adalah kemampuan dalam memahami dan mengetahui makna dan tujuan hidup sehingga mempunyai tujuan yang lebih bermakna. Kecerdasan di atas akan tidak bersifat stabil, namum ketiga macam kecerdasan tersenantiasa berubah dan terjadi peningkatan setiap waktu. Banyak cara yang dapat dilakukan manusia guna mengasah dan meningkatkan kecerdasan. Salah satunya adalah dengan berpuasa.
Dengan mengendalikan makan, akan tercipta konsentrasi dan pemusatan pikiran yang berarti peningkatan IQ. Ketika kenyang, banyak darah yang tersalur untuk melakukan proses pencernaan. Saat seseorang berpuasa dan ketika perut kosong, maka volume darah di bagian pencernaan menjadi berkurang dan dapat digunakan untuk melayani keperluan lain terutama untuk melayani otak, sehingga cara berfikir menjadi lebih cemerlang.
4. ESQ (Emotional n Spiritual & Quotient)
Puasa juga merupakan sarana untuk memperbaiki tubuh manusia karena puasa mewajibkan hati bersih, niat yang tulus dan perilaku mental yang baik agar seseorang dapat memperoleh hasil puasa yang optimal. Seseorang yang sedang berpuasa akan senantiasa memperbaiki dirinya ke arah yang lebih baik.
Dari penjelasan tersebut jelaslah bahwa dengan berpuasa, akan dapat meningkatkan kecerdasan. Manusia hendaknya selalu melatih dan meningkatkan kecerdasan yang dimilikinya sehingga kecerdasannya dapat berfungsi secara optimal.
Dan cukup banyak hikmah berpuasa untuk mendidik seseorang, karena itu sebenarnya kewajiban puasa itu tiada lain merupakan kebutuhan manusia sendiri dalam menghadapi segala macam tantangan kehidupan.

ARTIKEL SAYA



KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN

AHMAD ROZALI
MAHASISWA STAIN SAS BABEL PAI B



Dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kali kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut ini memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.
Sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan pendidikan di negara kita Indonesia ini, maka kewajiban dan tanggung jawab para pemimpin pendidikan sebenarnya sangatlah besar umumnya kepala sekolah khususnya harus mengalami pengembangan dan perubahan pula.
Kepemimpinan ini menurut konsep Islam sebenarnya memiliki dasar-dasar yang sangat kuat dan kokoh. Ia tidak dibangun tidak saja oleh nilai-nilai transendental, namun telah dipraktekkan berabad-abad yang lalu oleh nabi Muhammad SAW, para Sahabat dan khulafa’ al-rasyidin.
Kepemimpinan dalam pendidikan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru-guru dan situasi yang kondusif. Jadi, perilaku kepala sekolah harus mendorong kinerja para guru dengan menunjukan rasa bersahabat dekat dan penuh pertimbangan terhadap para guru, baik sebagai individu maupun secara berkelompok.
Dalam kepemimpinan yang demokratis seperti sekarang ini, pengawasan atau supervisi itu harus bersifat demokratis pula. Suverpisi merupakan kependidikan secara kooperatif. Dalam tingkat ini, supervisi itu bukanlah suatu pekerjaan yang dipegang oleh seorang petugas, melainkan merupakan pekerjaan-pekerjaan bersama yang dikoordinasikan. Tanggung jawab tidak dipegang sendiri oleh supervisor, melainkan dibagikan kepada para anggota sesuai dengan tingkat, keahlian, dan kecakapan masing-masing.
Supervisor adalah seorang yang profesional dalam menjalankan tugasnya. Ia bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Masalah penting yang sangat perlu mendapatkan perhatian bagi para pengawasan dan kepala sekolah selaku supervisor ialah untuk menemukan cara-cara bekerja secara kooperatif yang efektif. Kemajuan dalam situasi belajar murid-murid tidak dapat dicapai dengan memusatkan perhatian kepada teknik-teknik mengajar semata-mata.   
Menutut Wahjosumidjo dalam praktek organisasi, kata “memimpin” mengandung konotasi atau makna menggerakan, mengarahkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan keteladanan, memberikan dorongan dan memberikan bantuan dan lain sebagainya.
Untuk memajukan pengajaran dan mutu pendidikan, supervisor harus mau memajukan kepemimpinan yang mengembangkan program sekolah, dan memperkaya lingkungan bagi semua guru, mengusahakan kondisi-kondisi yang memungkinkan orang-orang dapat bermufakat tentang tujuan-tujuan pendidikan dan cara-cara pelaksanaannya dan memperoleh sumber-sumber yang memungkinkan pertumbuhan yang individual maupun kelompok dalam pandangan dan kecakapan mereka.
Seorang supervisor sebanarnya hendak memiliki ciri-ciri pribadi sebagai guru yang baik, memiliki pembawaan cerdas yang tinggi, memiliki pandangan yang luas mengenai proses pendidikan dalam masyarakat. Dan supervisor juga hundaknya bekerja sama dengan guru-guru, karna tugasnya adalah membantu guru yang lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya di kelas maupun di luar kelas.
Para pemimpin pendidikan bukan masanya lagi untuk memaksa bawahannya, menakut-nakuti dan melumpuhkan kreatifitas dari staff-staffnya, sebab sikap ini tidak akan dapat menciptakan situasi dan relasi dimana mereka merasa aman dan tenang untuk mengembangkan kreatifitasnya. Kedepannya diharapkan para pengelola sekolah dan kepala madrasah khusunya dapat melakukan fungsinya sebagai supervisor, terlibat langsung dengan permasalahan-permasalahan yang dialami oleh guru di kelas atau lingkungan sekolah, ikut berpartisipasi dalam pengembangan madrasah dan sekolah dari aspek yang paling dasar, siswa dan guru.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan oganisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan.
Menurut pandangan Islam, kepemimpinan merupakan amanah dan tanggung jawab yang tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada angota-anggota yang dipimpinnya, tetapi juga akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Jadi, dipertanggungjawabkan kepemimpinan dalam Islam tidak hanya bersifat horizontal-formal tetapi bersifat vertical-moral.
Tugas kepemimpinan ialah untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti yang telah disebutkan sebelumnya yang terdiri dari: merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengawasi.
Terlaksananya tugas-tugas tersebut tidak tercapai hanya oleh pemimpin seorang diri saja, tetapi cara dengan menggerakan orang-orang yang dipimpinnya. Dan agar orang-orang yang dipimpinnya bekerja secara efektif seorang pemimpin di atas harus memiliki inisiatif dan kreatif harus selalu memperhatikan hubungan manusiawi.
Fungsi kepemimpinan itu pada pokoknya adalah menjalankan wewenang kepemimpinan, yaitu menyediakan sistem komunikasi, memlihara kesedian bekerja sama dan menjamin kelancaran serta keutuhan organisasi atau perusahaan yang dipimpin.
Dan Bicara tentang kepemimpinan khususnya kepala sekolah, tipe-tipe kepemimpinan yang pokoknya ada tiga sebagai berikut:
Pertama kepemimpinan yang otokratis, kepemimpinan ini bertindak sebagai diktator terhadap anggota-anggotanya baginya, memimpin adalah menggerakan dan memaksa kelompok. Kekuasaan pemimpin yang otokratis hanya dibatasi undang-undang saja. Dan pemimpin yang otokratis tidak menghendaki rapat-rapat atau musyawarah. Berkumpul atau rapat hanyalah untuk menyampaikan instruksi-instruksi setiap perbedaan pendapat di antara anggota-anggota kelompoknya diartikan sebagai kepicikan, perkembangan, atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi yang telah ditetapkannya.
Kedua kepemimpinan yang laissez faire, dalam kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan pimpinan. Tipe ini diartikan membiarkan orang-orang berbuat sekehendaknya. Pemimpin yang temasuk tipe ini sama sekali dan memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan anggota-anggotanya.
Di dalam tipe kepemimpinan ini, biasanya struktur organisasinya tidak jelas dan kabur. Segala kegiatan anpa rencana yang terarah dan tanpa pengawasan dari pimpinan. Dan oleh karna itu, tipe kepemimpinan ini sering kali dianggap sebagai seorang pemimpin yang kurang memiliki rasa tanggung jawab yang wajar terhadap organisasi yang dipimpinnya.
Ketiga kepemimpinan yang demoktatis, pemimpin yang betipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin yang di tengah-tengah anggota kelompoknya. Hubungan dengan anggota kelompok bukan sebagai majikan terhadap buruhnya, melainkan sebagai saudara tua diantara teman-teman sekerjanya, atau sebagai kakak terhadapa saudara-saudaranya.
Pemimpin yang demokratis selalu berusaha menstimulasi angota-angotanya agar bekerja secara koopratif untuk mencapai tujuan bersama.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaannya, bukan kecerdasannya tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sebuk memperbaiki orang lain.
Pemimpin juga bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam dari seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat dan bisa mengayomi para bawahannya, pemimpin yang baik adalah orang yang dapat melangkah dengan tapak kaki tanpa merusak citranya. Dan pemimpin yang efektif adalah memberikan contoh bukan perintah. Pergunakanlah tipe kepemimpinan yang ada sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, agar tujuan kelompok atau organisasi dapat tercapai dengan cara yang efektif dan efesien.
Seorang pemimpin tidak disarankan untuk memiliki sifat yang egois, karena seorang pemimpin yang baik harus menerima kritik dan saran dari bawahannya.
“Contoh, Teladan, itulah bentuk kepemimpinan terbaik” (Albert Schweitzer) (*)