UPAYA GURU
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENINGKATKAN SELF CONTROL REMAJA STUDY
KASUS DI KELAS XI SMA NEGERI 1
SIMPANG TERITIP
PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF
OLEH:
AHMAD ROZALI
NIM 1211004
JURUSAN/PRODI: TARBIYAH/PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI {STAIN}
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
2013/2014
KATA PENGATAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah segala puji syukur bagi
allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua
sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas ini seperti yang telah direncanakan
sebelumnya dengan judul “Upaya Guru Pendidikan
Agama Islam Dalam Meningkatkan Self Control Remaja Study Kasus Di Kelas XI Sma Negeri 1
Simpang Teritip”. Shalawat dan salam tak lupa
dihanturkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW beserta keluarga sahabat juga
pengikutnya hingga akhir zaman. Amin.
Penelitian
ini merupakan rangkuman dari proses pembelajaran yang telah ditempuh selama
masih SMA dahulu. Penulis menyadari bahwa pasti banyak terdapat kekurangan
dalam tugas ini. Walaupun demikian semoga dapat memberi sumbangsih bagi kita
semua, dan dapat memberi pelajaran bagi kita.
Penulis
AHMAD
ROZALI
NIM
: 1211004
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ................................................................................... 4
B.
Rumusan Masalah
............................................................................................. 7
C.
Tujuan Penelitian
.............................................................................................. 7
D.
Manfaat Penelitian
........................................................................................... 7
BAB 2 : LANDASAN TEORI ................................................................................... 8
BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN
a.
Metode Penelitian ............................................................................................... 9
b.
Lokasi Penelitian
.............................................................................................. 10
c.
Data dan Sumber Data
.................................................................................... 10
d.
Tehnik Pengumpulan Data .............................................................................. 10
e.
Tehnik Analisis Data
.........................................................................................
11
BAB I . PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Istilah pubertas maupun adolescensia
sering di maknai dengan masa remaja, yakni masa perkembangan sifat tergantung (dependence) terhadap orang tua kearah
kemandirian (independence),
minat-minat seksual, perenungan diri, perhatian terhadap nilai-nilai estetika
dan isu-isu moral. Sedangkan menurut Harold
Alberty (1967:86), remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan
masa dewasa yakni berlangsung 11-13 tahun sampai 18-20 tahun menurut umur
kalender kelahiran seseorang.
Sejauh mana remaja dapat mengamalkan nilai-nilai yang di anutnya dan yang
telah dicontohkan kepada mereka? Salah satu tugas perkembangan yang harus
dilakukukan remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya lalu
menyesuaikan tingkah lakunya dengan harapan sosial tanpa bimbingan, pengawasan,
motivasi, dan ancaman sebagaimana sewaktu kecil. Dia juga di tuntut mampu
mengendalikan tingkah lakunya karena dia bukan lagi tanggung jawab orang tua
atau guru.
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958,
sekaligus menjadi disertasi doktornya dengan judul The Developmental of model of moral Think and choice in the years 10 to
16. menyebutkan bahwa tahap-tahap perkembangan moral pada individu dapat di
bagi sebagai berikut:
1.
Tingkat
Prakonvensional
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap
ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi,
hal ini semata-mata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan
perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan).
2.
Tingkat
Konvensional
Pada tingkat ini, anak hanya menurut harapan keluarga, kelompok atau
bangsa. Ia memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa
mengindahkan akibat yang segera dan nyata.
3.
Tingkat
Pasca-konvensional
Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan
prinsip moral yang dimiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari
otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan
terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut.
Piaget menyebutkan bahwa masa remaja sudah mencapai tahap
pelaksanan formal dalam kemampuan kognitif. Dia mampu mempertimbangkan segala
kemungkinan untuk mengatasi suatu masalah dari beberapa sudut pandang dan
berani mempertanggung jawabkan.
Sehingga kohlberg juga
berpendapat bahwa perkembangan moral ketiga, moralitas pasca-konvensional harus di capai selama masa remaja. Sejumlah
prinsip di terimanya melalui dua tahap; pertama menyakini bahwa dalam keyakinan
moral harus ada fleksibilitas sehingga memungkinkan dilakukan perbaikan dan
perubahan standar moral bila menguntungkan semua anggota kelompok; kedua
menyesuaikan diri dengan standar sosial dan ideal untuk menjahui hukuman sosial
terhadap dirinya sendiri, sehingga perkembangan moralnya tidak lagi atas dasar
keinginan pribadi, tatapi mernghormati orang lain.
Akan tetapi pada kenyataan banyak di temukan remaja yang belum bisa
mencapai tahap pasca-konvensional,
dan juga pernah di temukan remaja yang baru mencapai tahap prakonvensional.
Fenomena tersebut banyak di jumpai pada remaja yang pada umumnya mereka
masih duduk di bangku SMA/SMK, seperti:
1. Berperangi tidak terpuji, meremehkan peraturan dan disiplin sekolah
2. Suka berhura-hura dan bergerombol.
3. Mentaati peraturan sekolah, karena
takut pada hukuman.
Dan tidak jarang kita mendengar perkelahian
terjadi antar remaja yang tidak jelas sebabnya. Bahkan perkelahian dapat
meningkat menjadi permusuhan kelompok, yang menimbulkan korban pada kedua belah
pihak. Bila ditanyakan kepada mereka, apa yang menyebabkan mereka berbuat kekerasan
sesama remaja, dan apa masalahnya sehingga peristiwa yang memalukan tersebut
terjadi, banyak yang menjawab bahwa mereka tidak sadar mengapa mereka secepat
itu menjadi marah dan ikut berkelahi.
Fenomena di atas menggambarkan bahwa upaya remaja untuk mencapai moralitas
dewasa; mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum, merumuskan konsep yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai
pedoman tingkah laku, dan mengendalikan tingkah laku sendiri, merupakan upaya
yang tidak mudah bagi mayoritas remaja.
Menurut Rice (1999), masa remaja
adalah masa peralihan, ketika individu yang memiliki kematangan. Pada masa
tersebut, ada dua hal penting menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. Dua hal tersebut adalah, pertama hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya perubahan
lingkungan. Pada saat ini, masyarakat dunia sedang mengalami banyak perubahan
begitu cepat yang membawa berabagai dampak, baik positif maupun negatif bagi remaja. Dan kedua adalah hal yang bersifat internal,
yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang membuat relatif lebih bergejolak
dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya (storm and stress period).
Agar remaja yang sedang mengalami perubahan cepat dalam tubuhnya itu mampu
menyesuaikan diri dengan keadaan perubahan tersebut, maka berbagai usaha baik
dari pihak orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya, amat diperlukan.
Salah satu peran guru adalah sebagai pembimbing dalam tugasnya yaitu
mendidik, guru harus membantu murid-muridnya agar mencapai kedewasaan secara
optimal. Artinya kedewasaan yang sempurna (sesuai dengan kodrat yang di punyai
murid) Dalam peranan ini guru harus memperhatikan aspek-aspek pribadi setiap
murid antara lain kematangan, kebutuhan, kemampuan, kecakapannya dan sebagainya
agar mereka (murid) dapat mencapai tingkat perkembangan dan kedewasaan yang
optimal.
Untuk itu di samping orang tua guru
di sekolah juga mempunyai peranan penting dalam membantu remaja untuk mengatasi
kesulitanya, keterbukaan hati guru dalam
membantu kesulitan remaja, akan menjadikan remaja sadar akan sikap dan tingkah
lakunya yang kurang baik.
Usaha yang terpenting guru adalah memberikan peranan pada akal dalam
memahami dan menerima kebenaran agama termasuk mencoba memahami hikmah dan
fungsi ajaran agama.
Guru agama yang bijaksana dan
mengerti perkembangan perasaan remaja yang tidak menentu, dapat menggugahnya kepada petunjuk agama
tentang pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang sedang memasuki masa baligh (puber). Salah satu ketentuan,
misalnya dengan memberikan pengertian tentang berbagai ibadah yang dulu telah
dilakukan remaja, seperti sholat, puasa dan sebagainya, sekarang diberikan
hikmah dan makna psikologis bagi ibadahya tersebut, misalnya makna sholat bagi
kesehatan mentalnya. Ia dapat mengungkapkan perasaan yang galau kepada Allah
dan ia dapat berdo’a memohon ampun atas kekeliuannya, ia boleh minta dan
mengajukan berbagai harapan dan keinginan kepada Allah yang Maha Mengerti dan
Maha Penyayang kepada hamban-Nya.
Dengan pemahaman baru tentang makna dan hikmah ajaran agama bagi kesehatan
mental, dan kepentingan hidup pada umumnya, remaja akan mampu mengatasi
kesulitannya, dan mampu mengendalikan diri.
Dengan kemampuan pengendalian diri (self
control) yang baik, remaja di harapkan mampu mengendalikan dan menahan
tingkah laku yang bersifat menyakiti dan merugikan orang lain atau mampu
mengendalikan serta menahan tingkah laku yang bertentangan dengan norma-norma
sosial yang berlaku. Remaja juga di harapkan dapat mengantisipasi akibat-akibat
negatif yang di timbulkan pada masa stroom
and stress period.
Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya
mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah
pula untuk mereka petunjuk.
BERANGKAT DARI KERANGKA DI ATAS MAKA PENELITI MENGAMBIL JUDUL: “UPAYA GURU
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN SELF
CONTROL REMAJA STUDY KASUS DI KELAS XI SMA NEGERI 1 SIMPANG TERITIP”.
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
a.
Bagaimanakah
Pembelajaran Guru PAI di SMA Negeri 1 Simpang Teritip?
b.
Bagaimanakah Upaya-upaya
Guru PAI dalam meningkatkan Self Control
siswa di SMA Negeri 1 Simpang Teritip?
c.
Hasil apa yang di capai
dalam meningkatkan self control siswa di SMA Negeri 1 Simpang Teritip?
d.
Apa faktor pendukung dan
penghambat terhadap Peningkatan Self Control siswa di SMA Negeri 1 Simpang Teritip?
C.
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan
latar belakang masalah penelitian, maka Tujuan Penelitian yang ingin di capai
adalah:
1.
Untuk mendiskripsikan
dan menjelaskan pembelajaran Guru PAI di SMA Negeri 1 Simpang Teritip.
2.
Untuk mendiskripsikan
dan menjelaskan upaya-upaya Guru PAI dalam meningkatkan self control siswa di SMA Negeri 1 Simpang Teritip.
3.
Untuk mendiskripsikan
dan menjelaskan hasil yang di capai dalam meningkatkan self control siswa di SMA Negeri 1 Simpang Teritip.
4.
Untuk mendiskripsikan
dan menjelaskan faktor pendukung dan penghambat terhadap peningkatan self
control siswa di SMA Negeri
1 Simpang Teritip.
D.
MANFAAT PENELITIAN
a. Secara Teoritis
Penelitian ini di harapkan dapat
menunjukkan bahwa pendidikan agama dan keagamaan yang di lakukan oleh Guru PAI
di SMA
Negeri 1 Simpang Teritip Ponorogo dapat membentuk self
control siswa.
b.
Secara Praktis
Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan dalam
menentukan kebijakan lebih lanjut bagi siswa SMA Negeri 1 Simpang Teritip mengenai peranan Guru PAI dalam
membantu siswa siswa membentuk self
control yang baik.
BAB II. LANDASAN TEORI DAN TELAAH PUSTAKA
Untuk memperkuat masalah yang akan di teliti maka penulis mengadakan
tela’ah pustaka dengan cara mencari dan menemukan teori-teori yang akan di
jadikan landasan penelitian, yaitu:
· Self Control (kontrol diri) adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri;
kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau
merintangi impuls-impuls atau tingkah
laku impulsif.
· Averill (dalam, Herlina Siwi,
2000) Menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yang terdiri dari
tiga jenis kontrol, yaitu:
a.
Behavior
Control (kontrol
perilaku), yang terdiri dari dua komponen, yaitu kemampuan mengatur pelaksanaan
(regulated administration) dan
kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus
modifiability)
b.
Cognitive
control (kontrol
kognitif), yang terdiri dari dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan
penilaian (appraisal).
c.
Decisional
Control merupakan
kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada
sesuatu yang diyakini atau disetujuinya, kontrol diri dalam menentukan pilihan
akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan
pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.
· Untuk mengukur kontrol diri
digunakan aspek-aspek sebagai berikut:
a)
Kemampuan mengontrol perilaku
b)
Kemampuan mengontrol stimulus
c)
Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau
kejadian
d)
Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian.
e)
Kemampuan mengambil keputusan.
· Pendidikan agama Islam hendaknya
dapat mewarnai kepribadian anak, sehingga agama Islam itu, benar-benar menjadi
bagian dari pribadinya yang akan menjadi pengendali (controling) dalam hidupnya di kemudian hari. Untuk tujuan pembinaan
pribadi itu, maka pendidikan agama hendaknya diberikan oleh guru yang
benar-benar tercermin agama itu dalam sikap, tingkah laku, gerak-gerik, cara
berpakaian, cara berbicara, cara menghadapi persoalan dan dalam keseluruhan
pribadinya. Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa Pendidikan Agama akan
sukses, apabila ajaran agama itu hidup dan tercermin dalam pribadi guru.
Tiga langkah orang dewasa dalam membangun kontrol diri pada anak, yaitu:
1.
langkah pertama adalah memperbaiki perilaku anda,
sehingga dapat memberi contoh control diri yang baik bagi anak dan menunjukkan
bahwa hal tersebut merupakan prioritas.
2.
langkah kedua adalah membantu anak menumbuhkan
sistem regulasi internal sehingga dapat menjadi motivator bagi diri mereka
sendiri.
3.
langkah ketiga mengajarkan cara membantu anak
menggunakan kontrol diri ketika menghadapi godaan dan stres, mengajarkan untuk
berfikir sebelum bertindak sehingga mereka akan memilih sesuatu yang aman dan
baik.
Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini terkait dengan tela’ah
pustaka terdahulu yang berusaha mengupas pembahasan tentang:
a.
Ismail, tahun 2013, yang
berjudul: Upaya Guru PAI dalam meningkatkan
nilai-nilai Islam di SMA Negeri 1 Mendo Barat. Menghasilkan temuan tentang
nilai-nilai agama Islam di Sekolah, meliputi sholat dhuha, sholat jama’ah dan
membaca Al-qur’an melalui kegiatan ekstra kulikuler keagamaan.
b.
Sriyati, tahun 2012, yang berjudul: Upaya Guru PAI dalam pembinaan Akhlak Siswa
di SMK Muhammadiyah 1 Pangkal Pinang. Menghasilkan temuan tentang pentingnya peranan
guru PAI di SMK dalam menangani perilaku jelek siswa melalui pembelajaran PAI.
c.
Ristan Halik, 2004, yang berjudul: Pengaruh Pembelajaran PAI terhadap ketaatan
beribadah siswi tingkat III di SMKN 1 Mendo Barat menghasilkan temuan tentang: Pembelajaran PAI di SMK Negeri 1 Mendo Barat pada kategori sedang.
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan Metodologi dengan pendekatan kualitatif, yang
memiliki karakteristik alami (natural
setting) sebagai sumber data lansung, deskriptif, proses lebih dipentingkan
dari pada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan
secara analisa induktif dan makna merupakan hal yang esensial. Ada 6 (enam) macam metodologi
penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu: etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, partisipatories,
dan penelitian tindakan kelas.
Dalam hal ini penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus (case study), yaitu: suatu penelitian
yang dilakukan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan
sekarang, dan interaksi lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok,
lembaga, atau masyarakat.
B.
Lokasi
Penelitian
Penelitian ini berlokasi di SMA Negeri 1 Simpang Teritip karena di dasarkan pada beberapa pertimbangan:
· SMA adalah Sekolah Menengah Atas yang
memiliki konotasi keagamaan yang tidak begitu baik menurut pandangan
masyarakat. Ternyata memiliki suatu kegiatan keagamaan yang begitu unik,
sehingga Guru Pendidikan Agama Islam di SMA sangat berperan dalam memantau
penyimpangan perilaku para siswa.
· Adanya Imam-Imam setiap Kelas yang bertujuan untuk
mendisplinkan berjalannya kegiatan sholat jama’ah Dluhur dan kursus membaca Al-Qur’an.
· Keberhasilan pendidikan agama Islam tidak hanya
dilihat dari keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran di kelas dan keaktifan
mengikuti ekstra keagamaan, tapi harus dilihat juga dari meningkatnya
pengendalian diri pada siswa dalam kehidupan sehari-hari.
C.
Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah tambahan, seperti dokumen dan lainnya.
Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan
tidakan sebagai sumber utama, sedangkan sumber data tertulis, foto dan catatan
tertulis adalah sumber data tambahan.
D.
Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif
fenomena dapat di mengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi
dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi pada latar, dimana
fenomena tersebut berlansung dan di samping itu untuk melengkapi data
diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang
subyek).
a.
Tehnik Wawancara
Tehnik wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakannya wawancara anatara lain
adalah (a) mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi,
perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain, (b) mengkonstruksikan
kebulatan-kebulatan demikian yang dialami masa lalu.
Dalam
penelitian ini teknik wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara mendalam
artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang
berhubungan dengan fokus permasalahan. Sehingga data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian dapat terkumpul secara maksimal sedangkan subjek peneliti dengan
teknik Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel bertujuan, sehingga memenuhi
kepentingan peneliti.
Sedangkan jumlah informan yang diambil terdiri dari: 1). Kepala
Sekolah SMA Negeri 1 Simpang Teritip; 2). Guru Bimbingan dan Penyuluhan SMA Negeri 1 Simpang Teritip; 3). Guru PAI SMA Negeri 1 Simpang Teritip; dan 4). Seluruh Imam Kelas SMA Negeri 1 Simpang Teritip.
b.
Teknik Observasi
Tehnik Observasi dalam penelitian kualitatif observasi
diklarifikasikan menurut tiga cara. Pertama, pengamat dapat bertindak sebagai partisipan atau
non partisipan. Kedua, observasi
dapat dilakukan secara terus terang atau penyamaran. Ketiga, observasi yang menyangkut latar penelitian dan dalam
penelitian ini digunakan tehnik observasi yang pertama di mana pengamat
bertindak sebagai partisipan.
c.
Tehnik Dokumentasi
Tehnik Dokumentrasi digunakan untuk mengumpulkan data
dari sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman.
“Rekaman” sebagai setiap tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh
atau untuk individual atau organisasi dengan tujuan membuktikan adanya suatu
peristiwa atau memenihi accounting.
Sedangkan “Dokumen” digunakan untuk mengacu atau bukan selain rekaman, yaitu
tidak dipersiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu, seperti: surat-surat,
buku harian, catatan khusus, foto-foto dan sebagainya.
E.
Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka langka berikutnya adalah pengelolahan
dan analisa data. Yang di maksud dengan analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh dirinya sendiri atau orang lain.
Analisis data dalam kasus ini menggunakan analisis data kualitatif, maka
dalam analisis data selama di lapangan peneliti
menggunakan model spradley, yaitu tehnik analisa data yang di
sesuaikan dengan tahapan dalam penelitian, yaitu:
1.
Pada tahap penjelajahan dengan tehnik pengumpulan
data grand tour question, yakni
pertama dengan memilih situasi sosial (place,
actor, activity).
2.
Kemudian setelah memasuki lapangan, dimulai dengan
menetapkan seseorang informan “key
informant” yang merupakan informan yang berwibawa dan dipercaya mampu
“membukakan pintu” kepada peneliti untuk memasuki obyek penelitian. Setelah itu
peneliti melakukan wawancara kepada informan tersebut, dan mencatat hasil
wawancara. Setelah itu perhatian peneliti pada obyek penelitian dan memulai
mengajukan pertanyaan deskriptif, dilanjutkan dengan analisis terhadap hasil wawancara.
Berdasarkan hasil dari analisis wawancara selanjutnya peneliti melakukan
analisis domain.
3.
Pada tahap menentukan
fokus (dilakukan dengan observasi terfokus) analisa data dilakukan dengan
analisis taksonomi.
4.
Pada tahap selection (dilakukan dengan observasi
terseleksi) selanjutnya peneliti mengajukan pertanyaan kontras, yang dilakukan
dengan analisis komponensial.
5.
Hasil dari analisis komponensial, melalui analisis
tema peneliti menemukan tema-tema budaya. Berdasarkan temuan tersebut,
selanjutnya peneliti menuliskan laporan penelitian kualitatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar